Salmonella typhimurium LT2

Jumat, 28 Februari 2014
A. Bakteri

Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan mahluk hidup yang lain. Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain.
Bakteri adalah organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik (mikroskopis). Banyak bakteri yang bergerak menggunakan flagela yang strukturnya berbeda dari flagela kelompok lain.

Hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri:

1. Derajat Keasaman atau pH
Aktivitas mikroorganisme secara signifikan dipengaruhi oleh pH. Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas enzim ini akan maksimum pada kondisi pH optimum. Nilai pH sel mikroorganisme dipengaruhi oleh pH lingkungan dimana mikroorganisme tersebut hidup. Beberapa mikroorganisme memiliki mekanisme untuk mempertahankan pH intraselularnya pd pH yang relatif konstan dalam kondisi pH lingkungan yang berfluktuasi dan tambah pada kondisi asam maupun basa. Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5. (Benefield dan Randall, 1980) Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5 (Benefield dan Randall, 1980). Menurut Starr (1981), mikroorganisme dapat dikelompokkan berdasarkan rentang pH tempat hidupnya, yaitu:
a. Asidofilik (pH 1,0 – 5,5 )
b. Neutrofilik (pH 5,5 – 8,5)
c. Alkalifilik (pH 8,5 – 11,5)

2. Temperatur
Penggolongan bakteri berdasarkan suhu hidupnya:
a. Psychrophiles (cold loving), bakteri yang menyukai dan dapat hidup direntang 0 °C sampai 15 °C
b. Psychrotrophs (food spoilage), bakteri yang dapat berkembang direntang suhu 20 – 30 °C
c. Mesophiles (most human pathogens), bakteri yang dapat hidup disuhu 20 – 40°C
d. Thermophiles (heat loving), bakteri yang dapat hidup disuhu 45 – 80 °C
e. Themoduric (contaminants of heated food), bakteri yang dapat bertanhan ditemperatur tinggi, yaitu 65 – 100 °C
f. Hyperthermophiles (Archaea) Di atas temperatur optimum, kecepatan tumbuh sel akan menurun secara cepat yang berlawanan dengan kenaikan temperatur (Abdullah Shaleh, 1995). Temperatur yang terlalu tinggi akan mempengaruhi membran sel mikroorganisme, di mana membran sel akan menjadi cair sehingga sel kehilangan strukturnya. Sedangkan pada temperatur rendah akan menyebabkan membran sel menjadi padat. Hal ini berkaitan dengan struktur membran yang terdiri dari lapisan lemak dan protein yang akan mengeras pada temperatur rendah sehingga proses pemasukan makanan melalui lapisan membran sel tidak terjadi, selanjutnya dapat menyebabkan kematian dari sel mikroorganisme tersebut. (Agustian, 2005)

3. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi bagi mikroba terdiri dari substrat (sumber energi dan karbon) untuk pembentukan sel baru dan elemen anorganik (nutrien) serta faktor pertumbuhan (nutrien organik). (Shuler dan Kargi, 1992) 

B. Salmonella sp.

Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, anaerobik fakultatif, bergerak dengan flagel peritrik (kecuali S. pullorum dan S. gallinarum, yang tidak memiliki flagela), berukuran 2-4 μm x 0,5-0,8 μm. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawet’z dkk, 2005), hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen sulfida atau H2S pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung, jernih (WHO, 2003), Salmonella tumbuh optimum pada suhu 35 oC sampai 37 oC.

Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella sp.
(http//.www.MikrobiologiLab.com)

Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan dalam waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu(misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut berguna untuk ditambahkan pada media isolasi Salmonella sp. pada sampel feses. 

Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh salmonelosis manusia adalah demam enterik setelah infeksi oleh galur-galur tifus atau paratifus atau gastroenteritis/kolitis nontifus yang dapat berlanjut menjadi infeksi sistemik yang lebih serius. Makanan yang terkait dengan salmonelosis adalah telur, daging ayam, ikan, susu, daging sapi, susu bubuk tanpa lemak (S. New-brunswiek), es krim, kelapa kering, air terkontaminasi, salad kentang dan permen cokelat. 

Susu mentah merupakan sumber Salmonella yang utama dalam industri pengolahan susu. Penyimpanan dingin susu mentah yang terlalu lama di peternakan atau di silo industri juga akan mendukung perkembang biakan Salmonella psikrotrofik. S. typhimurium tumbuh lambat pada suhu 8 oC dan 12oC.

Salmonella dapat berkembang biak pada permukaan buah seperti tomat dan melon serta pada sayuran segar yang secara manual atau mekanis dibasahi selama penjualan pada suhu kamar. Produk segar yang akan dikonsumsi mentah harus selalu dibilas dengan baik menggunakan air minum.

Potensi bertahan hidupnya Salmonella di bawah kondisi lingkungan ekstrim merupakan perhatian utama dalam kesehatan masyarakat. Salmonella dapat tetap hidup dalam es krim dan siput mentah yang disimpan selama bertahun-tahun pada -20 oC atau lebih rendah. Salmonella dapat bertahan hidup pada lingkungan pH rendah seperti pada pangan yang diasamkan secara alami, ditambahkan asam, dan difermentasi. Beberapa galur Salmonella dapat inaktif dalam beberapa jam dalam pikel pH 2,8, tetapi tetap hidup dalam saus berpH 3,6. 

Panas paling efektif dan paling banyak digunakan untuk mereduksi Salmonella aplikasinya pada suhu 70 – 75oC selama 3 – 7 menit, atau 66oC , 12 menit, atau 60oC selama 78 – 83 menit.

C. Salmonella typhimurium

S. typhimurium merupakan serovar utama penyebab penyakit manusia sebelum tahun 1985. Saat ini, dominasinya didekati oleh S. enteritidis yang muncul di banyak negara. Untuk dapat menimbulkan penyakit, diperlukan sejumlah besar (10^5 sampai 10^7) Salmonella asal pangan. Akan tetapi, bukti lebih baru menunjukkan bahwa satu sel dapat menjadi dosis infektif manusia.

Seperti mikroorganisme lain, Salmonella typhimurium memiliki nama-nama terdahulu hingga diberi nama Salmonella typhimurium, nama-namanya menurut literatur lama adalah Bacillus typhimurium, Bacterium aertrycke, Sallmonella pestis caviae, dan Salmonella psittacosis.

Klasifikasi Salmonella typhimurium
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteri
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : typhimurium

Gambar 2. Salmonella typhimurium
Morfologi spesies ini adalah batang lurus pendek dengan panjang 1-1,5 mikrometer. Tidak membentuk spora, Gram negatif dan ciri-ciri morfologi dan fisiologi sangat erat hunbungannya dengan genus lain dalam family Enterobacteriaceae. Biasanya bergerak motil dengan menggunakan peritrichous flagella, dan kadang terjadi bentuk nonmotilnya. Memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol, dan sorbitol, tetapi tidak memfermentasi laktosa, sukrosa, atau salicin; tidak membentuk indol, susu koagulat, atau gelatin cair.

Berdasarkan pH hidupnya, Salmonella typhimurium termasuk golongan neutrofilik karena hidup direntang pH 5,5 – 8,5 (pH hidup 3,6 – 9,5 dan optimum di pH 6,5 – 7,5), sedangkan jika dilihat dari suhu hidupnya, S. typhimurium termasuk digolongan psychrotrophs dan mesophiles karena tumbuh lambat pada suhu 8 oC dan 12 oC serta direduksi pada suhu 70 – 75 oC selama 3 – 7 menit, atau 66 oC , 12 menit, atau 60 oC selama 78 – 83 menit.

D. Fase Pertumbuhan Bakteri

Gambar 3. Fase Pertumbuhan Bakteri
Kurve pertumbuhan biasanya terbagi dalam 5 fase pertumbuhan, tetapi lebih terinci dalam 7 fase yakni sebagai berikut :

1. Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase adaptasi atau fase penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu aktivitas dalam lingkungan baru. Oleh karena itu selama fase ini pertambahan massa atau pertambahan jumlah sel belum begitu terjadi, sehingga kurva fase ini umumnya mendatar. Selang waktu fase lag tergantung kepada kesesuaian pengaturan aktivitas dan lingkungannya. Semakin sesuai maka selang waktu yang dibutuhkan semakin cepat.

2. Fase akselerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga sudah mulai aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah dengan kecepatan yang masih rendah.

3. Fase eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai kecepatan maksimum sehingga kurvenya dalam bentuk eksponensial. Peningkatan aktivitas ini harus diimbangi oleh banyak faktor, antara lain : faktor biologis, misalnya : bentuk dan sifat mikroorganisme terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan diantara organisme yang bersangkutan dan faktor nonbiologis, misalnya : kandungan hara di dalam medium kultur, suhu, kadar oksigen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktor-faktor di atas optimal, maka peningkatan kurve akan tampak tajam atau semakin membentuk sudut tumpul terhadap garis horizontal (waktu).

4. Fase retardasi atau pengurangan merupakan fase dimana penambahan aktivitas sudah mulai berkurang atau menurun yang diakibatkan karena beberapa faktor, misalnya : berkurangnya sumber hara, terbentuknya senyawa penghambat, dan lain sebagainya.

5. Fase stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan penambahan aktivitas dan penurunan aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi keseimbangan antara yang mati dengan penambahan individu. Oleh karena itu fase ini membentuk kurve datar. Fase ini juga diakibatkan karena sumber hara yang semakin berkurang, terbentuknya senyawa penghambat, dan faktor lingkungan yang mulai tidak menguntungkan.

6. Fase kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi kematian yang mulai melebihi bertambahnya individu.

7. Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan kematian yang semakin meningkat sehingga kurve menunjukan garis menurun Pada kenyataannya bahwa gambaran kurve pertumbuhan mikroorganisme tidak linear seperti yang dijelaskan di atas jika faktor-faktor lingkungan yang menyertainya tidak memenuhi persyaratan. Beberapa penyimpangan yang sering terjadi, misalnya : fase lag yang terlalu lama karena faktor lingkungan kurang mendukung, tanpa fase lag karena pemindahan ke lingkungan yang identik, fase eksponensial berulang-ulang karena medium kultur kontinyu, dan lain sebagainya.

E. Asam Organik

Asam organik adalah asam yang secara alami dihasilkan oleh tumbuhtumbuhan dan makhluk hidup. Sifat antimikroba asam organik disebabkan kemampuan asam-asam yang tidak terdisosiasi meracuni mikroba dan pengaruhnya terhadap pH. Beberapa asam organik yang sering digunakan untuk makanan yaitu asam sitrat, asam laktat, asam askorbat, asam propionat, asam fumarat, asam tartarat, dan asam asetat. Kisaran pH menentukan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada suatu lingkungan, sehingga pengaturan pH akan mempengaruhi pertumbuhan dari mikroorganisme. Nilai pH menyeleksi mikroorganisme yang tumbuh dominan pada suatu produk pangan, karena setiap mikroorganisme memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap nilai pH, misalnya kapang yang masih dapat tumbuh pada pH 4.0 (Doores, 1993), sedangkan bakteri tumbuh pada pH mendekati netral yaitu pH 6.5-7.5 (Davidson et al., 2005).

Salah satu asam organik utama yang dihasilkan oleh Salmonella typhimurium LT 2 adalah asam asetat. Asam asetat merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan memiliki bau asam yang menusuk. Asam asetat dapat larut dalam air, alkohol, lemak, dan gliserol. Selain itu asam jenis ini juga dikenal sebagai pelarut yang baik untuk bahan organik (Marshall et al., 2000). Asam asetat selain digunakan sebagai sanitaiser, juga dapat digunakan pada makanan sebagai penegas rasa, penegas warna, bahan pengawet, penyelubung after taste yang tidak disukai, dan sebagai bahan pengembang (Winarno, 1997)

Asam asetat termasuk ke dalam gugus asam karboksilat. Asam karboksilat berwujud cairan tidak berwarna dengan bau tajam atau tidak enak (Hart, 2003). Asam karboksilat tergolong polar dan larut air disebabkan gugus hidrogen pada molekul asam yang berbobot molekul rendah seperti asam asetat. Asam asetat yang memiliki pH rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang sebagian besar tidak tahan terhadap pH rendah.

Aktivitas antimikrobial asam organik ditentukan oleh besarnya persentase molekul asam yang tidak terurai (undissociated), yang ditetapkan dengan nilai pKa. Bahan makanan yang memiliki pH rendah, banyaknya persentase molekul asam organik yang tidak terurai meningkat, sehingga kemampuan sebagai antimikrobial juga akan meningkat. Nilai pKa adalah nilai dimana 50% total asam merupakan bentuk yang tidak terurai.

Asam organik yang memiliki pKa lebih tinggi maka banyaknya molekul yang tidak terdisosiasi dalam larutan lebih banyak, sehingga pH larutan menjadi asam. Oleh karena itu, proton yang jumlahnya lebih banyak akan masuk ke dalam sitoplasma sel mikroorganisme. Untuk mencegah terjadinya penurunan pH dan denaturasi di dalam sel, proton-proton yang berada di dalam sel berusaha dikeluarkan oleh sel mikroorganisme. Pertumbuhan sel mikroorganisme menjadi lebih lambat bahkan berhenti sama sekali karena dibutuhkan energi untuk mengeluarkan proton dari dalam sel. (Eklund, 1989; Fardiaz, 1989)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih nih pembahasannya...

http://tokoonlineobat.com/obat-demam-tifoid-alami/

Posting Komentar