Perkembangan
pada sektor industri tidak hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan
manusia tetapi juga menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi lingkungan, yaitu
dengan keberadaan limbah yang dihasilkan dan sebagian besar berupa limbah cair
organik yang berbahaya. Salah satu
limbah cair berbahaya tersebut adalah senyawa fenol.
Senyawa Fenol
Fenol (C6H5OH) merupakan senyawa fenolik dasar, yaitu senyawa dengan gugus hidroksil (-OH) berikatan pada hidrokarbon aromatis yang dapat berupa padatan kristal putih dengan bau yang khas. Senyawa fenol terdapat dalam limbah industri obat-obatan, industri plastik, industri batu bara, industri kimia, industri bahan peledak, industri tekstil dan pengilangan minyak.
Senyawa fenol jarang dijumpai dalam keadaan murni, pada umumnya bergabung dengan senyawa-senyawa turunannya seperti pentaklorofenol (PCP), 2,4,6-triklorofenol (TCP), nitrofenol, dan juga dinitrofenol (DNP). Senyawa fenol memiliki toksisitas yang tinggi terhadap biota aquatik di perairan dengan tingkat toksisitas yang berbeda-beda terhadap berbagai jenis biota aquatik. Toksisitas ini sangat dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia air itu sendiri. Pada keadaan temperatur yang tinggi dan kelarutan oksigen dalam air rendah, maka toksisitas terhadap biota aquatik akan bertambah tinggi. Jika pH air tinggi, maka laju degradasi senyawa ini akan menjadi rendah pula. Hal ini di karenakan pada pH rendah aktivitas mikroorganisme akan terhambat dan di samping itu oksigen tidak dapat larut pada pH air yang rendah, sehingga akan mengurangi persediaan oksigen yang diperlukan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa fenol dalam air (Luvita, 2012).
Kontaminasi fenol pada manusia dapat menyebabkan berbagai penyakit mulai dari iritasi, gangguan saraf, kerusakan hati dan ginjal hingga penyakit kronis yang bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan teratogenik (menyebabkan cacat kelahiran). Oleh karena itu, senyawa fenolik dalam limbah cair dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) dengan kadar maksimum yang telah ditetapkan berkisar 0,5 mg/L – 1,0 mg/L sesuai KEP-51/MENLH/10/1995. Oleh karena itu, pengolahan limbah fenol sangat diperhatikan untuk menghindari bahaya tersebut.
Pendekatan Teknologi untuk Minimalisasi Keberadaan Fenol
Beberapa teknologi telah
dilakukan untuk pengolahan limbah fenol di antaranya dengan metode
fisika, yaitu: adsorpsi, filtrasi, dan
reverse osmosis, serta metode kimia, yaitu: ion exchange dan ekstraksi, juga metode biologi, yaitu: proses aerob dan anerob. Akan tetapi metode tersebut memerlukan
beberapa tahapan proses, bahan kimia, serta menghasilkan residu yang berbahaya
bagi kesehatan.
Salah satu alternatif pengolahan
limbah fenolik yang paling potensial adalah dengan teknik ozonasi, yaitu teknik
oksidasi kimiawi yang menggunakan ozon sebagai oksidator kuat untuk
mendegradasi fenol. Teknik ozonasi merupakan teknologi yang ramah terhadap
lingkungan. Di samping itu, beberapa kelebihan dari teknologi ini dapat disebutkan di antaranya:
instalasi pengolahannya tidak membutuhkan tempat yang luas, proses pengolahan
yang relatif cepat, tidak memerlukan pemakaian bahan kimia lain, efektifitas
dan efisiensi yang tinggi dalam penguraian berbagai senyawa organik, termasuk
salah satunya adalah senyawa fenol (Bismo, 1998).
Ozon & Degradasi Fenol
Ozon merupakan salah
satu oksidator kuat di mana digunakan pertama kali oleh de Meritens (1886) di
Perancis untuk menghilangkan polutan dalam air hingga akhirnya sampai saat ini
telah meluas pemakaiannya dalam berbagai bidang di antaranya bidang teknologi
dan sains kimia, bioteknologi, lingkungan industri, makanan, pengalengan,
kertas, tekstil, dan kedokteran. Beberapa kemampuan dari ozon adalah sebagai
desinfektan bakteri, menonaktifkan virus, membunuh lumut dan alga,
menghilangkan warna, bau dan rasa, menghilangkan limbah organik (fenol,
detergen, pestisida) dan limbah non-organik (sianida, sulfida, nitrat dan
lainnya) (Leonita, 2012).
Ozonasi senyawa
aromatis secara langsung terjadi melalui reaksi elektrofilik, di mana muatan
positif dari ozon menyerang posisi senyawa aromatik yang banyak mengandung
muatan negatif (posisi orto dan para). Secara umum ozonasi fenol menghasilkan
senyawa intermediet asam seperti asam oksalat, maleat, mukonat, mesotartat,
glikolat, dan glioksalat. Gambar di bawah ini merupakan
skema reaksi fenol dengan ozon.
(Sumber: Lenglais dkk dalam Karamah 2001) |
Pada proses
degradasi senyawa fenol menggunakan teknik ozonasi, penyisihan fenol dipengaruhi
oleh beberapa variabel yang penting, yaitu: laju sirkulasi, pH awal,
konsentrasi awal, volume awal, dan sistem proses kontinyu.
0 komentar:
Posting Komentar