Prospek Produk Oleokimia sebagai Bahan Pengganti Produk Petrokimia

Jumat, 20 Desember 2013
Saat ini, ketergantungan manusia akan bahan bakar fosil sangat tinggi. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ini tidak hanya sebatas sektor transportasi saja namun juga sektor kebutuhan primer sandang, pangan, dan papan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan krisis energi. Kebutuhan akan energi ini masih akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, kualitas dan taraf hidup masyarakat, serta teknologi. Meskipun pengembangan teknologi bisa saja menekan kebutuhan energi melalui teknologi peningkatan efisiensi penggunaan energi. Krisis energi saat ini lebih disebabkan karena krisis cadangan minyak bumi, gas alam, dan batubara (Phelia, 2011).
Gambar 1. Kurva Konsumsi &Proporsi Penggunaan Energi Dunia
(Majari Magazine, 2011)

Gambar 1. di atas menunjukkan peningkatan konsumsi energi pertahun sejak tahun 1975 dan prediksi konsumsi energi hingga tahun 2300. Hingga saat ini konsumsi energi  pertahun dunia adalah 500 x 1015 BTU/tahun. Energi ini sebagian besar diperoleh dari minyak bumi, gas alam, dan batubara (Phelia, 2011).
Gambar 2. Produksi dan Konsumsi Energi di Dunia
(BP Statistical Review of World Energy, Juni 2011)
Gambar 2. di atas menunjukan perbandingan jumlah produksi dan konsumsi energi di dunia. Pada tahun 2010, terlihat bahwa jumlah konsumsi lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksinya.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2004, sudah mengimport minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Gambar 3). Sehingga, jika hanya mengandalkan sumber bahan baku fosil saja, maka akan terjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan energi secara keseluruhan. 
Gambar 3. Kebutuhan dan Produksi Minyak Bumi Indonesia 1900 – 2025 (Realisasi dan Proyeksi)(Prihandana, 2005)
Seperti yang diketahui, bahan baku fosil merupakan bahan baku yang nonrenewable. Di sini penting untuk menemukan alternatif bahan baku lain yang renewable. Pengembangan produk-produk oleokimia merupakan suatu keharusan dan memiliki peran strategis dalam menopang ketahanan energi kini dan mendatang.

b.   Mengapa harus Oleokimia?
Hal dasar yang membuat oleokimia dapat menggantikan produk petrokimia adalah produk oleokimia bersifat renewable dan sustainable. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hill (2000) di mana hasil dari oleokimia menunjukkan bahwa penggunaan lemak dan minyak nabati memungkinkan pengembangan kompetitif, produk yang kuat, dan keduanya ramah konsumen (consumer-friendly) dan ramah lingkungan (environment-friendly). Selain itu, produk oleokimia mempunyai beberapa kelebihan terhadap produk pertambangan seperti minyak bumi, misalnya:
-          Oleokimia berasal dari sumberdaya terbarukan;
-          Oleokimia lebih mudah terurai secara alamiah (sifatnya ramah lingkungan);
-      Produksi petrochemicals menggunakan lebih banyak energi, sehingga menyebabkan emisi  polusi yang lebih besar; dan
-         Secara sosial ekonomi, lebih melibatkan banyak masyarakat sebagai pelaku produksi (Hill,  2000).
Tabel 1.1. Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia
No
Uraian
1993-1997
1998-2002
2003-2007
2008-2012






A.
Total Produksi/(Ton)
70.778.000
83.680.000
95.622.000
108.512.000
1.
Minyak sawit
15.500.382
20.752.640
25.340.360
29.949.312
2.
Minyak kedelai
17.765.278
19.915.840
22.376.016
25.174.784
3.
Minyak kanola
10.121.254
11.966.240
12.526.744
15.517.216
4.
Minyak bunga matahari
8.351.804
9.790.560
12.526.744
12.044.832
5.
Minyak lainnya
19.039.282
21.254.720
22.852.136
25.825.856






B.
Total Konsumsi/(Ton)
90.501.000
104.281.000
118.061.000
132.234.000
1.
Minyak sawit
15.385.170
20.021.952
25.973.420
29.752.650
2.
Minyak kedelai
17.828.697
20.126.233
22.313.529
25.124.460
3.
Minyak kanola
10.045.611
11.783.753
13.577.015
15.471.378
4.
Minyak bunga matahari
8.326.092
9.593.852
10.861.612
12.033.294
5.
Minyak lainnya
38.915.430
42.755.210
45.335.424
49.852.218
(Oil World dalam Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2009)
Dapat dilihat pada Tabel 1.1. di atas, tren pangsa konsumsi minyak nabati dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Walaupun total produksi juga mengalami peningkatan, hal tersebut belum mampu mengimbangi total kebutuhan dunia.
Tabel 1.2. Kapasitas dan Kebutuhan Oleokimia Dasar Dunia
(Gis dok. dalam Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2009)

Kapasitas terpasang industri oleokimia dasar dunia jauh lebih besar dari kebutuhan oleokimia dunia. Namun permintaan dunia akan produk oleokimia terus meningkat dari tahun ke tahun. Laju rata-rata kenaikan permintaan oleokimia dunia 5% pertahun.
Produsen oleokimia dasar sebagian besar berada di wilayah Asia. Sedangkan pertumbuhan produksi oleokimia dasar di wilayah Asia sekitar 7,1 % pertahun, disusul oleh wilayah Amerika 2,4 %, dan Eropa 1,3 %. Secara menyeluruh pertumbuhan produksi oleokimia dunia hingga tahun 2010 mencapai 3,7 % pertahun (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2009).
Perkembangan produk oleokimia di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3. di bawah ini.
Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Oleokimia Indonesia 1994–1998 (Ton)
Tahun
Stearic Acid
Glycerine
Fatty Acid
Fatty Alcohol
Total
Pertumbuhan (%)
1994
72.417
37.020
78.882
28.561
216.880
-
1995
88.349
40.722
83.615
32.296
244.982
13,0
1996
106.019
44.794
90.304
37.140
278.258
13,6
1997
122.962
51.065
101.141
43.826
319.014
14,6
1998
136.115
54.172
111.255
47.116
348.658
9,2
(Badan Pusat Statistik, 1999)
Jika dilihat dari Tabel 1.3. di atas, terlihat bahwa total produksi di Indonesia-pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Sehingga, baik di dunia maupun di Indonesia, substitusi petrokimia menjadi oleokimia ini sangat dapat berkembang dengan baik. Jika dilihat dari letak geografis nya, Indonesia memiliki kekayaan alami baik dengan sumber minyak edible, non-edible, pemanfaatan mikroalga, maupun penggunaan ulang minyak jelantah sebagai bahan baku oleokimia.

Tabel 1.4. Keunggulan Produk Oleokimia sebagai Pengganti Energi Fosil
(Sani dkk., 2012)

0 komentar:

Posting Komentar